Pemikiran Ibnu Sina Terhadap Pendidikan Islam

  • admin
  • 22/10/2024
  • Comments Off on Pemikiran Ibnu Sina Terhadap Pendidikan Islam
  • Uncategorized

Ibnu Sina merupakan salah satu ilmuwan muslim yang namanya sudah melekat di benak setiap muslim karena jasa- jasa beliau dalam mengembangkan umat, terutama dalam bidang pendidikan Islam. Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu ‘Ali al-Husein bin Abdullah al- Hasan bin “Ali bin Sina. Beliau Lahir di desa Afsyanah, dekat Bukhara di kawasan Asia Tengah tahun 370 H. Sejak kecil Ibnu Sina sudah mempelajari banyak keilmuan . Pada umur 10 tahun beliau sudah hafal Al Quran serta sudah menyelesaikan pelajaran sastra dan bahasa Arab. Dengan semua wawasan keilmuan yang dimilikinya, Ibnu Sina telah melahirkan banyak karya kitab, diantaranya Asy-Syifa, al- Qanun fi al- Tibb, an- Najat dan al- Isyaarat. Tidak hanya dalam bidang pendidikan, kitab karya beliau mencangkup berbagai keilmuan dari ilmu logika, geometri, fisika, matematika, serta dalam bidang filsafat. Gagasan Ibnu Sina masih bertahan dan relevan untuk dijadikan pedoman pada masa sekarang, sehingga karya beliau sering menjadi bahan rujukan para ilmuwan dunia. Sekian sejarah singkat tentang Ibnu Sina.

Dalam pendidikan, manusia menjadi peran utama untuk mencapai kesuksesan sebuah pembelajaran. Oleh karena itu, keberadaan dan potensi manusia perlu dikaji lebih dalam lagi untuk menciptakan pembelajaran yang optimal. Menurut pandangan Ibnu Sina, manusia ditinjau dari aspek psikologi. Peninjauan psikologi terhadap manusia akan menciptakan konsep psikologi yang berkaitan dengan perbedaan setiap individu. Perbedaan tersebut berupa bakat atau potensi yang dimiliki manusia. Seperti yang kita tahu, setiap orang mempunyai bakat yang berbeda. Hal tersebut bisa menjadi dasar dalam memberikan pembelajaran yang tepat bagi setiap peserta didik.

Di samping aspek psikologi manusia, Ibnu Sina menjabarkan lagi gagasannya terkait pendidikan yaitu meliputi konsep ilmu, konsep kurikulum pendidikan, konsep metode pendidikan, konsep pendidik, dan hukuman dalam pendidikan. Pertama mengenai konsep ilmu, Ibnu Sina memandang bahwa ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang tak kekal dan ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu kekal dibagi menjadi ilmu yang mempunyai tujuan teoritikal dan ilmu yang mempunyai tujuan praktikal. Ilmu dengan tujuan teoretikal mengarah pada pembelajaran yang berisi teori – teori keilmuan, sepeti ilmu matematika. Sedangkan ilmu dengan tujuan praktikal lebih mengacu pada ilmu yang diterapkan langsung dalam kehidupan, seperti ilmu akhlak. Dalam perspektif beliau, tujuan akhir dari pendidikan sendiri adalah berkembangnya akal manusia. Tujuan pendidikan harus bisa mengembangkan potensi yang dimiliki manusia, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti dalam rangka menciptakan insan kamil. Hal itu bertujuan untuk mempersiapkan individu untuk dapat bekerja dan berperan dalam masyarakat nantinya sesuai dengan keahlian yang sudah dipilihnya.

Yang kedua yaitu mengenai kurikulum pendidikan, Ibnu Sina memandang manusia berdasarkan psikologisnya, seperti dengan memberikan materi pembelajaran yang sesuai tingkatan umur peserta didik. Penerapannya dalam pendidikan mulai dari tingkatan dasar ( Sekolah dasar / Madrasah Ibtidaiyah) guru bisa memberi materi dengan metode menghafal dan memberikan huruf ejaan. Lanjut ke tingkatan menengah pertama ( Sekolah Menengah pertama/ Madrasah Tsanawiyah), guru dapat memberikan materi yang bersifat menghafal dan membaca agar peserta didik paham mengenai suatu pelajaran. Sementara itu, pada tingkatan menengah atas ( Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah), peserta didik mulai diarahkan untuk mempelajari ilmu sesuai bakat dan minat mereka. Guru berperan untuk membimbing dan mengarahkan peserta didik agar peserta didik menemukan minat mereka dan nantinya ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat di masyarakat sesuai dengan keahliannya.

Gagasan Ibnu Sina terkait pendidikan yang ketiga yaitu tentang metode pendidikan. Metode pendidikan yang ditawarkan oleh Ibnu Sina, antara lain : metode talqin, demonstrasi, pembiasaan, teladan, diskusi, magang, dan penugasan. Metode talqin yang lebih dikenal dengan menghafal bacaan secara berulang- ulang, misalnya dalam mengajarkan membaca Al- Quran kepada peserta didik. Metode demonstrasi mengacu pada pembelajaran menulis, penerapannya bisa dilakukan dengan guru yang mempraktikan cara menulis abjad dengan benar lalu diikuti oleh peserta didik. Selanjutnya metode pembiasaan yang bisa dilakukan dengan mencontohkan dan memberi pembiasaan perilaku yang baik kepada peserta didik. Sedangkan untuk metode teladan, mirip seperti metode pembiasaan, yaitu guru bisa dengan menjadi contoh tauladan yang benar untuk para anak didiknya. Metode setelahnya yaitu dengan melakukan diskusi seperti tukar pendapat ataupun memecahkan suatu permasalahan yang sesuai dengan tingkatan umur peserta didik. Lebih lanjut membahas metode magang. Metode magang sangat relevan dengan sekarang yang dimana diterapkan seperti di Sekolah Menengah Kejuruan untuk menerapkan teori yang sudah didapat ke dalam dunia pekerjaan yang sesungguhnya. Yang terakhir yaitu metode penugasan yang seperti namanya memberi tugas kepada peserta didik agar mereka bisa mengingat lagi materi pembelajaran yang pernah didapat.

Kemudian pemikiran Ibnu Sina mengenai pendidikan yang keempat dilihat dari segi pendidik. Pendidik menjadi peran yang penting dalam pembelajaran, pendidik lah yang mengajarkan peserta didik secara langsung dan berperan untuk mendampingi peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Menurut pandangan Ibnu Sina, guru yang baik yaitu tidak hanya cerdas, melainkan juga harus punya ilmu dalam beragama, cakap dalam mengajari dan membimbing anak didiknya, mengetahui cara mendidik akhlak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan, santun, bersih dan suci murni. Banyaknya akhlak baik yang harus dimiliki guru tersebut tidak lain karena guru akan menjadi contoh teladan bagi anak muridnya.

Pemikiran terakhir Ibnu Sina tentang hukuman dalam pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran. Dalam pandangannya, Ibnu Sina kurang berkenan dengan adanya hukuman saat pembelajaran. Hal itu dikarenakan karena beliau adalah orang yang sangat menghargai martabat sesama manusia. Namun, adakalanya beliau menghukum peserta didik jika dalam keadaan terpaksa. Ibnu Sina memeringatkan, saat menghukum sebaiknya memberi ancama terlebih dahulu pada peserta didik dan lebih baik memberi motivasi kepada mereka alih- alih langsung menggunakan kekerasan.

Kesimpulannya, pemikiran dari Ibnu Sina diatas masih diterapkan oleh sekolah- sekolah maupun universitas. Hal tersebut membuktikan jika gagasan atau pemikiran Ibnu Sina terhadap pendidikan masih sangat relevan dengan perkembangan pendidikan zaman sekarang. Selain itu, gagasan dari Ibnu Sina bisa menjadi pedoman atau acuan dalam memajukan pendidikan itu sendiri.  Pendidikan yang berkualitas, selain menjadikan manusia yang berakal dan cakap, juga menjadikan manusia mempunyai akhlak yang baik.

Bahan bacaan : Jurnal Ilmiah Maidar Darwis, 2013, Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Ibnu Sina.

Oleh: Sabila Khanifa UIN K.H Abdurrahman Wahid